Sulit bagi saya untuk tidak menyertakan Yogyakarta sebagai
sebuah peristiwa pendewasaan. Saya jatuh cinta pada kota ini, karena pada
beberapa derajat, ia jauh lebih mendewasakan, mencerdaskan dan membuat saya
jadi manusia lebih dari yang dapat dilakukan bapak dan sekolah kepada saya.
Mungkin Jogja adalah ibu saya yang lain. Berkali-kali dibuat
jatuh cinta, dibuat marah, dibuat patah hati, berkali-kali juga saya dibuat tak
berdaya dan bersimpuh diam ketika dunia sudah kepalang brengsek.
Di Jogja saya menemukan terlalu banyak alasan untuk menjadi
sebenar-benarnya manusia. Tentang bagaimana kota ini memejalkan keinginan
membaca saya pada titik paling tinggi, juga tentang bagaimana di kota ini saya
menemukan manusia-manusia getir yang begitu optimis menjalani hidup. Lebih dari
itu, kota ini adalah tempat di mana setiap kenangan bermuara dan berujung haru.
Tentu saja terlalu banyak hal sentimentil yang bisa kita gali
dari Jogja. Seperti kehilangan teman karena ditikung, kehilangan motor karena
ditipu teman, atau bahkan kehilangan akal sehat karena bergabung dengan
organisasi fasis keagamaan.
Tapi yang membuat Jogja jadi istimewa, selain hip hop dan bakmi
goreng, adalah mantan. Seperti slogan yang kerap kita dengar: Jogja berhati
Mantan.
Ada banyak alasan mengapa mereka yang pernah dan atau tinggal di
Jogja susah beralih atawa melupakan kota ini. Jogja terlalu banyak memiliki
sudut-sudut melankolis yang menjadi kediaman kisah cinta yang gagal. Ini
saintifik, ilmiah. Jika tak percaya, coba tanyakan teman, rekan, atawa handai
tolan yang pernah punya hubungan percintaan di Jogja. Mereka pasti akan berkata
bahwa tiap sudut kota meninggalkan residu perasaan yang jauh lebih menggigit
daripada anjing rabies.
Pernahkah kalian merasakan memandang senja yang beranjak rubuh
di atap sebuah rumah di Patehan? Memandang matahari turun seraya menikmati
sejuk sore di Alun Alun Kidul. Berbincang dengan gadis yang kalian cintai
selama menahun, setelah sekian lama hanya bisa diam dan mencintai dari jauh?
Ah, mungkin itu hanya saya.
Tapi mbok yakin, Jogja terlalu sempit untuk hanya dimaknai
sebagai sebuah kota. Ia adalah peristiwa, di mana masing-masing individu yang
datang ke kota ini mengalami sensasi nggerus alias galau cinta.
Jogja adalah kesadaran, ia menjadi penting bagi banyak orang karena
membuat tiap-tiap yang datang merasa memiliki. Jogja juga pengorbanan, di mana
di kota ini, kamu dipaksa menerima fakta keji yang demikian pahit, bahwa
sahabat terbaikmu menjadi pengkhianat karena menikung.
Di kota ini pula kamu belajar bahwa uang bukan segalanya,
mungkin ia bisa memberimu banyak hal. Tapi di kota ini, kebersamaan dan
keberadaan teman yang selo, kurang pegawean dan punya energi iseng yang
melimpah-ruah adalah alasan untuk tetap hidup. Di kota ini kalian akan
menemukan keriangan-keriangan dungu, tolol, namun dirindukan. Tentang obrolan
di angkringan, wedangan, warung kopi hingga perihal cerita lucu dan lelucon
yang diulang-ulang namun tak pernah kehilangan kelucuannya.
Di Jogja kalian akan merasakan bahwa menjadi bodoh dan tak tahu
apa-apa bukanlah pilihan. Di kota ini terlalu banyak sumber pengetahuan yang
membuat orang paling goblok, setidaknya, bisa memahami hidup dengan membaca,
berdiskusi atau sekadar kursus singkat. Terlampau banyak perpustakaan, toko
buku murah dan kantung-kantung kebudayaan yang membuat kita cerdas. Terlalu
sedikit alasan untuk tidak mendatangi mereka dan menjadi pintar karenanya.
Di kota ini makanan murah enak dan nikmat bukan keajaiban.
Itu sebuah keniscayaan. Anda akan menemukan penyetan enak dengan harga di bawah
10.000, belum lagitebaran waralaba Burjo yang menyelamatkan mahasiswa-mahasiswa
malas dari kelaparan, juga jaringan kemandirian angkringan yang alamak
sedapnya. Mereka ada dan tetap alami.
Di kota ini kita merasakan pahitnya pengkhianatan, juga manisnya
jatuh cinta. Di kota ini kita merasakan keramahan penduduk yang bersetia pada
adat, tapi juga kemarahan dari orang yang mengaku paling beragama. Jogja
terlalu besar untuk dilupakan.
Jogja........Kamu adalah mantan yang mustahil dilupakan oleh
siapapun yang pernah
mencintaimu.
Sumber: Dari grup WA
seorang temen