Memburu Cinta



“Bagaimana kalau ini membuat pernikahan mereka batal?” - Irina.

Siapa pun memiliki hak untuk menikah. Menikahlah dengan siapa pun yang kamu inginkan di dunia ini. Melukislah masa depan bersamanya. Sehingga jalan kehidupan yang kamu jalani akan menyenangkan hingga akhir usia. Aku yakin itu. Sampai kemarin aku masih meyakininya. Sebelum undangan itu aku terima. Sebelum dua nama tertera di sana. Apakah kebahagiaan harus selalu tertulis di atas penderitaan orang lain?

Masih teringat dengan jelas di kepalaku, sebelas tahun yang lalu, bagaimana kisah cinta yang sebenarnya. Sebelum undangan ini datang ke pangkuanku. Eri, sebelas tahun yang lalu mencintai perempuan yang sama. Hari ini pun dia masih mencintainya. Bahkan akan menikah bersamanya. Kemudian aku masih saja memikirkan orang yang sama. Orang yang tak pernah mencintaiku.

Masa SMA mungkin akan menjadi masa yang menyenangkan seandainya cinta pertama kita berbalas. Tapi sebelas tahun aku menunggu Eri untuk mencintaiku, dia tetap mencintai perempuan yang sama. Juli, sahabat baikku yang sejak kelas satu SMA duduk sebangku denganku. Penolakan Juli sebelas tahun yang lalu tak menyurutkan perasaan cinta Eri. Dia terus memelihara perasaan itu. Hari ini aku harus mengakui bahwa Eri benar. Bahwa kita harus memperjuangkan cinta yang kita inginkan.

Juli luluh, setelah sebelas tahun yang lalu membeku. Eri berhasil membuat karang es di hatinya karena tak mempercayai cinta, meleleh. Juli selama ini memang tak ingin menikah dengan siapa pun.

“Menikah itu hanya untuk orang yang bodoh.”

“Orang tuaku menikah, mereka bahagia, terlepas dari bodoh tidaknya keputusan itu, Juli.”

“Irina, kamu belum melihat apa yang sesungguhnya terjadi di antara mereka. Tidak mungkin mereka tak pernah bertengkar mengenai sesuatu. Setidaknya ayahmu pasti pernah memukul ibumu sekali dalam setahun.”

Bagaimana aku menjelaskan pada Juli, bahwa kedua orang tuaku sangat rukun. Ayahku sangat mencintai ibuku. Walaupun aku tahu, ibuku dulu menikah karena keinginan orang tuanya. Dijodohkan? Tidak pula bisa dikatakan demikian. Ayah yang membawa keluarganya karena jatuh cinta pada ibu saat melihat ibu untuk pertama kali di dermaga Sheng Hie. Perempuan yang mendatangi dermaga hanya untuk menikmati mentari sore hari terlihat bagai bidadari di mata ayah.

oleh Rohani Syawaliah
Anda bisa mengikuti kisah selanjutnya di http://www.honeylizious.com/2012/11/memburu-cinta-1.html