Kukira sahabat tak semanis yang diceritakan orang lain.
Bagiku, sahabatku justru orang yang mengkhianatiku, yang menusukku dari
belakang.
Aku memiliki sahabat bernama Valerie, kami sangat dekat
semenjak duduk di bangku SMP. Kami selalu ke mana-mana berdua, menghabiskan
banyak waktu berdua, bahkan bersekolah di tempat yang sama hingga di bangku
SMA.
Karena tak ingin terpisah, kami memilih berkuliah di
tempat yang sama, walaupun mengambil jurusan berbeda.
Masuk di bangku kuliah, tak kusangka aku segera memiliki
kekasih yang sangat kucintai. Mario, sosok yang benar-benar seperti kuimpikan
sebelumnya. Ia selalu menjaga dan menemaniku ke mana-mana. Sigap mengerti
diriku dan menghadapi sikapku yang terkadang manja. Segera, aku, Valerie dan
Mario sering menghabiskan waktu bersama. Saling bercanda dan bertukar pikiran.
Karena sangat sayang pada sahabatku, aku hampir selalu
mengajak Valerie ke manapun kami berkencan. Kupikir, rasanya tak adil
meninggalkan dirinya dan membiarkannya kesepian.
Ternyata aku salah. Tindakanku justru menjadi bumerang
bagiku sendiri, karena di sinilah awal mula kekecewaanku itu.
Lima bulan hubunganku berjalan dengan sangat manis dan
romantis, namun menginjak bulan ke enam, mendadak Mario dingin terhadapku.
Kami jarang keluar dan bercanda seperti dulu lagi.
Bahkan, aku lebih sering menghabiskan waktuku sendiri. Aku sempat menceritakan
hal ini pada Valerie, tetapi ia terus menghiburku dan membesarkan hatiku.
"Sudah lah San, mungkin ia sedang sibuk. Kan kuliah
sedang penuh-penuhnya dengan tugas-tugas. Kamu sendiri juga merasakan, jadi
seharusnya kamu bisa mengerti kan?" ungkap Valerie di telepon.
Aku juga merasa semakin jarang bertemu Valerie. Katanya
sih ia juga sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. Untungnya hampir setiap malam
ia tetap meneleponku, menjadi teman berceritaku sehingga aku merasa ia tetap
ada untukku (setidaknya itulah pikirku saat itu.)
Hari ini adalah setahun kami berpacaran. Tetapi, makin
hari kenapa aku merasa semakin jauh dan seperti tak punya pacar ya?
Aku bagaikan kekasih yang tak dianggap, dan dijadikan
nomor kesekian. Iya, aku tahu, kuliah memang suatu hal yang serius dan tak bisa
dipandang sebelah mata. Tetapi sesibuk itukah hingga ia tak ingat hari jadian
kami?
Kegelisahanku segera terjawab ketika aku merasa bosan
dan memilih untuk sekedar berjalan-jalan ke mall dan memanjakan mata.
Aku terkejut bukan main. Sekelebat aku seperti melihat
dua orang yang kukenal sedang berjalan bergandengan tangan dengan mesra. Iya,
itu Valerie dan Mario.
Segera kuikuti mereka dari belakang dengan
mengendap-endap perlahan. Kubiarkan mereka dan kuamati apa saja yang mereka
lakukan. Mereka seperti sepasang kekasih yang tengah jatuh cinta, yang memuja
satu sama lain. Semua hal itu terlihat dari mata keduanya, dan bagaimana mereka
saling membalas sentuhan dengan manja.
Perlahan aku meneteskan air mata. Aku bimbang, apa yang
harus kulakukan. Apakah aku harus marah kepada orang yang dekat dan kucintai
itu?
Emosiku berhasil kuredam. Kutenangkan diriku dan
berjalan ke arah mereka berdua sambil tetap tersenyum."Kukira kalian ke mana, ternyata ada di sini. Sudah
pesan makanan? Aku lapar..." kataku.
Seperti yang kuduga, mereka sama terkejutnya denganku.
Valerie bergeser memberiku ruang dan kemudian tertunduk. Ia tak berani
memandang dan menjawab pertanyaanku. Demikian juga dengan Mario yang hanya
membisu.
Aku membuka suara lagi, "aku mungkin orang yang tak
tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi, kalian perlu ingat bahwa aku adalah
orang yang sangat mencintai kalian... Aku tak perlu penjelasan apapun saat ini,
rasanya semua begitu rumit. Aku hanya minta pada kalian berdua, ini adalah
pilihan kalian, dan jangan sampai hubungan kalian rusak karena apa telah kalian
korbankan sangat besar. Camkan itu."
Aku berjalan pergi meninggalkan mereka. Meninggalkan
orang yang kucintai. Meninggalkan mereka yang telah menusukku dari belakang.
Valerie berusaha menghubungiku, baik lewat telepon,
datang ke rumah, mengirim surat, hingga meninggalkan pesan di akun socmedku.
Aku terdiam tak menjawabnya.
Bagiku sudah cukup pengorbanan yang telah kulakukan
untuknya. Aku yang saat ini terluka, masih belum bisa bersikap seperti dulu
kepadanya. Rasanya aku tak sanggup lagi melihat senyum dan manjanya pada mantan
kekasihku itu.
Aku memaafkannya, tetapi aku tak ingin lagi bersahabat
lagi dengannya.
http://www.vemale.com
No comments:
Post a Comment